Jumat, 27 Maret 2015

ETNOARKEOLOGI Artikel “Refleksi Sistem Religi Pada Peninggalan Megalitik Di Tana Toraja” (Studi Etnoarkeologi) Oleh: Muhammad Nur, Universitas Hasanudin



ETNOARKEOLOGI
NAMA            : HIKMAH
NIM                : F61113009
DOSEN           :  YUSRIANA S.S M.A
Oleh: Muhammad Nur, Universitas Hasanudin
1.     Ikhtisar
Dalam adat Toraja hingga saat ini masih ditemukan situs megalitik (batu besar), yang mempunyai pengaruh besar terhadap masyarakat toraja. Megalitik merupakan zaman di mana mulai muncul berbagai kepercayaan. Ada 2 sistem kepercayaan dalam masyarakat toraja yang masih dianut hingga sekarang. Pertama yaitu adanya kehidupan setelah mati. Konsep kepercayaan ini kemudian dituangkan dalam upacara kematian (Rambu solok). Upacara ini bertujuan untuk keselamatan arwah leluhur di alam puya dan manusia yang di dunia. Kedua yaitu kepercayaan terhadap arwah leluhur, konsep kepercayaan ini kemudian dituangkan dalam bangunan megalitik sebagai alat penghubung dengan arwah para leluhur. Hal ini juga berhubungan dengan kepercayaan masyarakat bahwa dengan menghormati arwah para leluhur, akan menentukan kesuburan dan keberhasilan tanaman mereka.
Studi etnoarkeologi yang dikembangkan dalam arkeologi bertujuan memecahkan permasalahan arkeologi melalui analogi etnografi. Pada studi etnoarkeologi terdapat 2 macam pendekatan yaitu pendekatan berkesinambungan sejarah budaya (direct historical approach) dan pendekatan perbandingan umum ( general comparative approach). Dalam artikel ini pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kesinambungan sejarah budaya (direct historical approach). Pandangan ini didasari pada pandangan bahwa budaya yang ada sekarang merupakan perkembangan budaya dahulu.
2.     Review
Pengertian megalitik menurut Soejono ( 1984:205) mega berarti besar dan lithos berarti batu. F.A. Wagner (1962 :72) memberikan pendapat bahwa konsep megalitik sebenarnya bukan hanya mengacu pada batu-batu besar, karena batu kecil bahkan tanpa monumen sekalipun, dapat dikatakan sebagai budaya megalitik.  Hal ini didasarkan pada maksud dan tujuannya berkaitan dengan pemujaan arwah leluhur. Pada akhirnya pendapat F.A Wagner ini memperluas cakupan bahasan tentang kebudayaan megalitik yang diarahkan pada sistem kepercayaan.
Di Indonesia dari hasil penelitian dapat diketahui beberapa bentuk peninggalan megalitik seperti dolmen, menhir, teras berundak, arca megalitik, tahta batu, altar batu, lumpang batu, batu dakon, batu bergores, susunan temu gelang dan berbagai bentuk penguburan seperti peti batu, bilik batu, waruga, kalamba, sarkopagus, liang batu, batu pahat (Soejono, 1984:205-238). Hal yang membuat kebudayaan ini menarik karena bentuk-bentuk monumen tersebut selalu menunjukkan perbedaan bentuk dan fungsi pada setiap culture area.
Salah satu daerah di Indonesia yang masih melanjutkan tradisi megalitik adalah Suku Toraja (Heine Geldern, 1945:129, Soejono, 1984:304-312) di Sulawesi Selatan.  Beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian yang memberikan gambaran bahwa daerah Tana Toraja sangat potensial secara arkeologis untuk diteliti lebih mendalam, terutama yang berkaitan dengan budaya megalitik dengan ditemukannya berbagai bentuk peninggalan seperti menhir, keranda mayat serta tradisi yang masih bertahan sampai sekarang.
·       Studi etnoarkeologi
Dalam studi etnoarkeologi, dikenal dua macam pendekatan yaitu pendekatan kesinambungan sejarah budaya (direct historical approach). Pendekatan ini berdasarkan pada budaya yang masih berjalan sekarang atau masih dapat kita lihat adalah merupakan perkembangan budaya pada masa lalu. Oleh karena itu, pendekatan ini akan berarti jika data etnoarkeologi dengan data arkeologi saling berkaitan sejarahnya. Oleh karena itu penelitian etnohistori sangat diperlukan. Pendekatan kedua yaitu pendekatan perbandingan umum (general comparative approach), pendekatan ini didasari oleh pandangan bahwa hubungan antara budaya materi dengan pendukungnya telah punah dengan budaya materi yang ada sekarang mempunyai persamaan bentuk masih dapat dilakukan meskipun tidak mempunyai kaitan sejarah ruang maupun waktu.
Seperti yang telah dijelaskan dalam artikel, model penelitian dalam arkeologi dengan analogi etnografi (etnoarkeologi) hanyalah merupakan salah satu alternative tentunya model ini juga mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut berdasarkan pertimbangan :
1.     Jarak waktu yang panjang antara masa lalu (konteks sistem) dengan masa ditemukannya peninggalan budaya (konteks arkeologi), yang dapat memungkinkan terjadinya pergeseran-pergeseran nilai di dalamnya;
2.     Satuan populasi pendukung tinggalan budaya tersebut sudah tidak ada lagi;
3.     Walaupun berada pada suatu lokasi dan tradisi yang sama, namun pemaknaannya belum tentu sama;
4.     Bahwa satu kebudayaan materi yang ditemukan merupakan akibat suatu tindakan dari manusia masa lalu.
Dalam hal ini penggunaan analogi etnografi dalam arkeologi harus teliti dan dengan pertimbangan metodologis yang baik.
·       Data arkeologi
Pada artikel ini daerah yang kemudian menjadi sampel yaitu situs Sillanan yang terletak di Desa Sillanan, Kecamatan Mengkendek. Terdapat enam lokasi megalitik dalam situs Sillanan yaitu lokasi Tongkonan Layuk, lokasi Pakpuangan, lokasi Rante Simbuang, lokasi Bubun, lokasi Rante Sarapuk, dan lokasi Liang. Bentuk-bentuk peninggalan budaya megalitik yang terdapat pada situs-situs tersebut antara lain menhir (kelompok dan tunggal), lumpang batu, karopik, pagar batu, altar batu, tahta batu, umpak-umpak batu, kubur batu (liang), fragmen gerabah, dan teras berundak, dengan distribusi temuan secara terpola.
Situs ini menyimpan banyak peninggalan megalitik yang memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda, hal yang paling menarik dalam situs ini adalah terdapat indikasi hunian (pemukiman). Indikasi pemukiman tersebut tampaknya masih ada kesamaan dengan pemukiman tradisional yang ada disekitar Pusat Tongkonan. Masyarakat Toraja hingga saat ini masih percaya terhadap arwah leluhur, inilah yang menjadi pendukung tradisi megalitik yang ada di Toraja masih berlangsung hingga saat ini.
3.     Ruang lingkup penelitian
Dalam artikel ini “Refleksi Sistem Religi Pada Peninggalan Megalitik di Tana Toraja” ruang lingkup penelitian merupakan salah satu aspek terpenting sebagai data penunjang penelitian. Disamping adanya dua model pendekatan dalam etnoarkeologi yang telah dijelaskan diatas, terdapat pula syarat umum yang dapat diberlakukan baik pada model kesinambungan budaya maupun perbandingan umum. Dua syarat tersebut adalah kesamaan dalam konsep yang mengacu pada kesatuan peneeitian tentang istilah-istilah yang akan digunakan dan kesamaan dalam satuan analisis kembali dalam ruang atau distribusi maupun tingkat taksonomi.
Satu aspek lain yang amat penting dalam studi etnoarkeologi adalah penerapan penalaran analogi itu sendiri. Seperti telah diketahui bahwa studi etnoarkeologi pada hakekatnya adalah suatu analogi. Hasil penelitian kepustakaan tentang studi etnoarkeologi telah mendapatkan suatu kerangka tolok ukur untuk membahas hasil-hasil studi etnoarkeologi, khususnya di Indonesia. Apabila diiktisarkan salah satu hasilnya  berdasarkan lingkup penelitian, peran dalam penalarannya, dan dalam model pendekatannya  yaitu:
Berdasarkan lingkup penelitiannya:
1.     Lingkup Rekonstruktif yang bertujuan menemukan pola tingkah laku, berarti masih dalam sistem budaya, yang berada dibelakang gejala arkeologis tertentu. Hasilnya : tatacara pembuatan, penggunaan suatu benda tertentu, latarbelakang pengetahuannya, pola matapencaharian atau adaptasi lingkungan tertentu.
2.     Lingkup Taphonomis yang bertujuan menemukan pola kejadian yang melatarbelakangi atau menyebabkan terbentuknya data arkeologis tertentu, misalnya proses pengendapannya, distribusi alamiahnya, proses kehanouran data arkeologis hingga kondisinya ditemukan oleh para ahli arkeologi. Jadi merupakan proses alamiah terbentuknya data arkeologi.
3.     Lingkup Strategis yang bertujuan menemukan model sebagai kerangka acuan untuk proses penelitian arkeologi, misalnya untuk merancang sampling, tipologi, menentukan luas penelitian, dan sebagainya.
Berdasarkan peran penalarannya:
1.     Sebagai interpretasi-eksplanasi : peran ini berkaitan erat dengan lingkup rekonstruktif karena data etnografi digunakan sebagai bahan penjelasan dan rekonstruksi pola tingkah laku yang melatarbelakangi data arkeologi.
2.     Sebagai pembentuk atau penyaran hipotesis : data etnografi akan dapat menyumbangkan hipotesis saja dan hipotesis ini harus diuji kembali pada data bebas, balk data etnografi yang lain maupun data arkeologi.
3.     Sebagai penilai hipotesis : hasil penelitian etnoarkeologi dapat dipakai untuk mengevaluasi hipotesis-hipotesis yang dihasilkan dari interpretasi data arkeologi, sehingga dapat membenarkan atau menggugurkan hipotesis tersebut. 
Berdasarkan syarat-syarat model pendekatannya:
1.     Model kesinambungan budaya mensyaratkan adanya kelangsungan sejarah atau budaya antara data arkeologi dan data etnografi.
2.     Model perbandingan umum yang mensyaratkan adanya kesamaan lingkungan dan bentuk budaya antara data arkeologi dengan data etnografi. ( pdf penerapan etnoarkeologi di Indonesia, Daud Aris Tanudirjo).
4.     Peran penalarannya:
 Beberapa bentuk penalarannya dalam tradisi megalitik di Toraja yaitu :
1.     Upacara Rambu Solok ( upacara kematian).
Secara umum tujuan dari upacara Rambu Solok adalah untuk keselamatan arwah leluhur di alam puya dan kesejahteraan serta keselamatan manusia di dunia. Dalam pelaksanaan jenis upacara tersebut dipergunakan berbagai sarana termasuk beberapa peninggalan budaya megalitik yang dapat tahan lama, seperti menhir, lumpang batu, dan karopik. Berdasarkan fungsinya dapat diketahui jenis peninggalan yang dipergunakan sebagai sarana pemujaan untuk keselamatan arwah leluhur di alam puya, yaitu menhir jenis pesungan banek, menhir jenis simbuang, lumpang batu, karopik, dan kandean dulang. 
Tujuan dari penguburan erat kaitannya dengan kepercayaan akan kehidupan setelah mati, yang menyebabkan manusia untuk menguburkan mayatnya dengan maksud untuk melestarikan arwahnya di alam baka. Latar belakang konsepsi kepercayaan tersebut telah mendorong masyarakat Toraja pada masa lampau untuk menguburkan anggota keluarga atau masyarakatnya dengan sebaik-baiknya. Pelaksanaan penguburan tersebut dilakukan dengan penguburan pada beberapa jenis kubur baik secara langsung (kubur primer) maupun secara tidak langsung (kubur sekunder), baik yang mempergunakan wadah tertentu seperti erong maupun tanpa wadah seperti pada kubur jenis Sillik.
Di Sillanan orang yang meninggal dunia dikuburkan di Liang dengan mempergunakan beberapa jenis kubur, baik yang mempergunakan wadah seperti erong maupun tanpa wadah, sesuai dengan status sosialnya masing-masing. Hal ini sesuai dengan aturan adat yang bersumber dari Aluk Todolo, demi keselamatan arwah sampai ke alam puya. Jenis Liang Sillik diperuntukkan bagi strata sosial yang berasal dari Tanak Kua-Kua (strata sosial rendah), yaitu penguburan pertama tanpa menggunakan wadah tertentu. Sedangkan strata sosial menengah dan tinggi, dikuburkan pada jenis Liang Erong, Liang Tokek, Liang Pak, dan Patane, yang mempergunakan wadah erong, baik yang berfungsi untuk penguburan pertama maupun untuk penguburan kedua.
Penguburan kedua hanya berlaku bagi para bangsawan tinggi dan keluarganya. Hingga saat ini upacara Rambu Solok masih sering dilaksanakan. Hal ini juga yang menjadi daya tarik utama para wisatawan ramai datang berkunjung ke Toraja untuk melihat secara langsung upacara ini.
2.     Kepercayaan terhadap arwah leluhur (budaya megalitik).
Secara umum inti dari konsep kepercayaan terhadap arwah leluhur adalah kepercayaan akan pengaruh kuat dari arwah leluhur terhadap kesuburan tanaman dan keberhasilan panen serta kesejahteraan manusia di dunia. Sebagai sarana penghubung antara manusia dan para arwah leluhur, mereka kemudian melaksanakan tradisi megalitik. Melalui upacara-upacara tertentu, arwah leluhur dianggap dapat hadir ke dalam bangunan megalitik tersebut untuk dimintai pertolongan misalnya dapat membantu menolak bala dan mengusir roh-roh jahat yang dapat mengganggu kehidupan manusia, menyuburkan tanaman dan meningkatkan keberhasilan panen, menjaga keselamatan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sebagainya.
Di Sillanan Toraja terdapat beberapa peninggalan megalitik yang erat kaitannya dengan kepercayaan terhadap arwah leluhur yaitu menhir yang terdiri dari beberapa jenis (basse, tumpuang, pesungan banek, simbuang), karopik, susunan batu temu gelang, altar batu, lumpang batu, tahta batu, teras berundak, dan kandean dulang. Berdasarkan fungsi masing-masing temuan tersebut seperti telah diuraikan di atas, dapat diketahui peranannya masing-masing yaitu kesemuanya berkenaan dengan pemujaan terhadap arawah leluhur.
Berdasarkan pada data etnografi dapat diketahui tentang kekuatan (obyek) yang dipuja yaitu dewa-dewa yang dapat dibagi atas tiga yaitu :
1.     Dewa tertinggi yang disebut Pong Matua yaitu dewa yang menciptakan     kehidupan manusia dan alam, dewa pada tingkat.
2.     Deata - deata bertugas sebagai pelindung manusia di dunia, dewa pada tingkat
3.     To Membali Puang, bertugas sebagai pengawas kehidupan manusia di dunia.  Dalam pemujaan ketiga dewa ini, dilakukan dengan cara yang berbeda - beda.
5.     Model pendekatan
Model yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kesinambungan sejarah-budaya (direct historical approach). Pemilihan pendekatan tersebut, berdasarkan pada pertimbangan :
1.     Adanya kesinambungan sejarah-budaya antara peninggalan budaya fisik dengan sistem sosio-kultural masyarakat pembandingnya;
2.     Adanya kesamaan bentuk budaya dan lingkungan fisik;
3.     Sikap konservatif masyarakat pembandingnya akibat keterisolasian secara geografis;
4.     Secara historis pengaruh agama Islam dan Kristen tidak terlalu mengakar dalam masyarakat, sehingga sistem kepercayaan lokal tetap kuat berperan dalam masyarakat sebagai pendukung kelanjutan tradisi megalitik.
Dalam pengumpulan data etnografi dipergunakan metode observasi, yaitu pengamatan secara langsung dan wawancara. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam secara internal, dipergunakan pendekatan emik dan empati (peneliti adalah bagian dari komunitas tersebut) sehingga dapat diketahui aspek-aspek kognitif dan elemen-elemen spiritualnya.
Sumber:
·        Pdf penerapan etnoarkeologi di Indonesia, Daud Aris Tanudirjo)

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. kalau masih punya, boleh saya minta? saya Haifa dari Garut, bisa hubungi saya lewat hilmifitria2001@gmail.com terimakasih banyak kak

    BalasHapus
  3. salam kenal kak, mohon maaf mau tanya apa kakak masih pnya file pdf penerapan etnoarkeologi di Indonesia, Daud Aris Tanudirjo?

    BalasHapus