ETNOARKEOLOGI
NAMA : HIKMAH
NIM : F61113009
DOSEN :
YUSRIANA S.S M.A
Oleh: Muhammad Nur, Universitas Hasanudin
1.
Ikhtisar
Dalam adat Toraja hingga saat ini masih ditemukan
situs megalitik (batu besar), yang mempunyai pengaruh besar terhadap masyarakat
toraja. Megalitik merupakan zaman di mana mulai muncul berbagai kepercayaan.
Ada 2 sistem kepercayaan dalam masyarakat toraja yang masih dianut hingga
sekarang. Pertama yaitu adanya kehidupan setelah mati. Konsep kepercayaan ini
kemudian dituangkan dalam upacara kematian (Rambu solok). Upacara ini bertujuan
untuk keselamatan arwah leluhur di alam puya dan manusia yang di dunia. Kedua
yaitu kepercayaan terhadap arwah leluhur, konsep kepercayaan ini kemudian
dituangkan dalam bangunan megalitik sebagai alat penghubung dengan arwah para
leluhur. Hal ini juga berhubungan dengan kepercayaan masyarakat bahwa dengan
menghormati arwah para leluhur, akan menentukan kesuburan dan keberhasilan
tanaman mereka.
Studi etnoarkeologi yang
dikembangkan dalam arkeologi bertujuan memecahkan permasalahan arkeologi
melalui analogi etnografi. Pada studi etnoarkeologi terdapat 2 macam pendekatan
yaitu pendekatan berkesinambungan sejarah budaya (direct historical approach)
dan pendekatan perbandingan umum ( general comparative approach). Dalam artikel
ini pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kesinambungan sejarah budaya
(direct historical approach). Pandangan ini didasari pada pandangan bahwa
budaya yang ada sekarang merupakan perkembangan budaya dahulu.
2.
Review
Pengertian megalitik menurut Soejono ( 1984:205) mega berarti
besar dan lithos berarti batu. F.A. Wagner (1962 :72) memberikan pendapat bahwa
konsep megalitik sebenarnya bukan hanya mengacu pada batu-batu besar, karena
batu kecil bahkan tanpa monumen sekalipun, dapat dikatakan sebagai budaya
megalitik. Hal ini didasarkan pada
maksud dan tujuannya berkaitan dengan pemujaan arwah leluhur. Pada akhirnya
pendapat F.A Wagner ini memperluas cakupan bahasan tentang kebudayaan megalitik
yang diarahkan pada sistem kepercayaan.
Di Indonesia dari hasil penelitian
dapat diketahui beberapa bentuk peninggalan megalitik seperti dolmen, menhir,
teras berundak, arca megalitik, tahta batu, altar batu, lumpang batu, batu
dakon, batu bergores, susunan temu gelang dan berbagai bentuk penguburan
seperti peti batu, bilik batu, waruga, kalamba, sarkopagus, liang batu, batu
pahat (Soejono, 1984:205-238). Hal yang membuat kebudayaan ini menarik karena
bentuk-bentuk monumen tersebut selalu menunjukkan perbedaan bentuk dan fungsi
pada setiap culture area.
Salah satu daerah di Indonesia yang
masih melanjutkan tradisi megalitik adalah Suku Toraja (Heine Geldern,
1945:129, Soejono, 1984:304-312) di Sulawesi Selatan. Beberapa peneliti yang telah melakukan
penelitian yang memberikan gambaran bahwa daerah Tana Toraja sangat potensial
secara arkeologis untuk diteliti lebih mendalam, terutama yang berkaitan dengan
budaya megalitik dengan ditemukannya berbagai bentuk peninggalan seperti
menhir, keranda mayat serta tradisi yang masih bertahan sampai sekarang.
· Studi
etnoarkeologi
Dalam studi etnoarkeologi, dikenal
dua macam pendekatan yaitu pendekatan kesinambungan sejarah budaya (direct
historical approach). Pendekatan ini berdasarkan pada budaya yang masih
berjalan sekarang atau masih dapat kita lihat adalah merupakan perkembangan
budaya pada masa lalu. Oleh karena itu, pendekatan ini akan berarti jika data
etnoarkeologi dengan data arkeologi saling berkaitan sejarahnya. Oleh karena
itu penelitian etnohistori sangat diperlukan. Pendekatan kedua yaitu pendekatan
perbandingan umum (general comparative approach), pendekatan ini didasari oleh
pandangan bahwa hubungan antara budaya materi dengan pendukungnya telah punah
dengan budaya materi yang ada sekarang mempunyai persamaan bentuk masih dapat
dilakukan meskipun tidak mempunyai kaitan sejarah ruang maupun waktu.
Seperti yang telah dijelaskan dalam
artikel, model penelitian dalam arkeologi dengan analogi etnografi
(etnoarkeologi) hanyalah merupakan salah satu alternative tentunya model ini
juga mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut berdasarkan pertimbangan
:
1. Jarak waktu yang panjang antara masa
lalu (konteks sistem) dengan masa ditemukannya peninggalan budaya (konteks
arkeologi), yang dapat memungkinkan terjadinya pergeseran-pergeseran nilai di
dalamnya;
2. Satuan populasi pendukung tinggalan
budaya tersebut sudah tidak ada lagi;
3. Walaupun berada pada suatu lokasi
dan tradisi yang sama, namun pemaknaannya belum tentu sama;
4. Bahwa satu kebudayaan materi yang
ditemukan merupakan akibat suatu tindakan dari manusia masa lalu.
Dalam hal ini penggunaan analogi
etnografi dalam arkeologi harus teliti dan dengan pertimbangan metodologis yang
baik.
· Data
arkeologi
Pada artikel ini daerah yang
kemudian menjadi sampel yaitu situs Sillanan yang terletak di Desa Sillanan,
Kecamatan Mengkendek. Terdapat enam lokasi megalitik dalam situs Sillanan yaitu
lokasi Tongkonan Layuk, lokasi Pakpuangan, lokasi Rante Simbuang, lokasi Bubun,
lokasi Rante Sarapuk, dan lokasi Liang. Bentuk-bentuk peninggalan budaya
megalitik yang terdapat pada situs-situs tersebut antara lain menhir (kelompok
dan tunggal), lumpang batu, karopik, pagar batu, altar batu, tahta batu,
umpak-umpak batu, kubur batu (liang), fragmen gerabah, dan teras berundak,
dengan distribusi temuan secara terpola.
Situs ini menyimpan banyak peninggalan
megalitik yang memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda, hal yang paling menarik
dalam situs ini adalah terdapat indikasi hunian (pemukiman). Indikasi pemukiman
tersebut tampaknya masih ada kesamaan dengan pemukiman tradisional yang ada
disekitar Pusat Tongkonan. Masyarakat Toraja hingga saat ini masih percaya
terhadap arwah leluhur, inilah yang menjadi pendukung tradisi megalitik yang
ada di Toraja masih berlangsung hingga saat ini.
3. Ruang
lingkup penelitian
Dalam artikel ini “Refleksi Sistem Religi Pada
Peninggalan Megalitik di Tana Toraja” ruang lingkup penelitian merupakan salah
satu aspek terpenting sebagai data penunjang penelitian. Disamping adanya dua
model pendekatan dalam etnoarkeologi yang telah dijelaskan diatas, terdapat
pula syarat umum yang dapat diberlakukan baik pada model kesinambungan budaya
maupun perbandingan umum. Dua syarat tersebut adalah kesamaan dalam konsep yang
mengacu pada kesatuan peneeitian tentang istilah-istilah yang akan digunakan
dan kesamaan dalam satuan analisis kembali dalam ruang atau distribusi maupun
tingkat taksonomi.
Satu aspek lain yang amat penting dalam studi
etnoarkeologi adalah penerapan penalaran analogi itu sendiri. Seperti telah
diketahui bahwa studi etnoarkeologi pada hakekatnya adalah suatu analogi. Hasil
penelitian kepustakaan tentang studi etnoarkeologi telah mendapatkan suatu
kerangka tolok ukur untuk membahas hasil-hasil studi etnoarkeologi, khususnya
di Indonesia. Apabila diiktisarkan salah satu hasilnya berdasarkan lingkup penelitian, peran dalam
penalarannya, dan dalam model pendekatannya yaitu:
Berdasarkan
lingkup penelitiannya:
1. Lingkup
Rekonstruktif yang bertujuan menemukan pola tingkah laku, berarti masih dalam
sistem budaya, yang berada dibelakang gejala arkeologis tertentu. Hasilnya :
tatacara pembuatan, penggunaan suatu benda tertentu, latarbelakang
pengetahuannya, pola matapencaharian atau adaptasi lingkungan tertentu.
2. Lingkup
Taphonomis yang bertujuan menemukan pola kejadian yang melatarbelakangi atau
menyebabkan terbentuknya data arkeologis tertentu, misalnya proses
pengendapannya, distribusi alamiahnya, proses kehanouran data arkeologis hingga
kondisinya ditemukan oleh para ahli arkeologi. Jadi merupakan proses alamiah terbentuknya
data arkeologi.
3. Lingkup
Strategis yang bertujuan menemukan model sebagai kerangka acuan untuk proses
penelitian arkeologi, misalnya untuk merancang sampling, tipologi, menentukan
luas penelitian, dan sebagainya.
Berdasarkan
peran penalarannya:
1. Sebagai
interpretasi-eksplanasi : peran ini berkaitan erat dengan lingkup rekonstruktif
karena data etnografi digunakan sebagai bahan penjelasan dan rekonstruksi pola
tingkah laku yang melatarbelakangi data arkeologi.
2. Sebagai
pembentuk atau penyaran hipotesis : data etnografi akan dapat menyumbangkan
hipotesis saja dan hipotesis ini harus diuji kembali pada data bebas, balk data
etnografi yang lain maupun data arkeologi.
3. Sebagai
penilai hipotesis : hasil penelitian etnoarkeologi dapat dipakai untuk
mengevaluasi hipotesis-hipotesis yang dihasilkan dari interpretasi data
arkeologi, sehingga dapat membenarkan atau menggugurkan hipotesis tersebut.
Berdasarkan
syarat-syarat model pendekatannya:
1. Model
kesinambungan budaya mensyaratkan adanya kelangsungan sejarah atau budaya
antara data arkeologi dan data etnografi.
2. Model
perbandingan umum yang mensyaratkan adanya kesamaan lingkungan dan bentuk
budaya antara data arkeologi dengan data etnografi. ( pdf penerapan
etnoarkeologi di Indonesia, Daud Aris Tanudirjo).
4.
Peran
penalarannya:
Beberapa bentuk penalarannya dalam tradisi
megalitik di Toraja yaitu :
1.
Upacara
Rambu Solok (
upacara kematian).
Secara umum tujuan dari upacara
Rambu Solok adalah untuk keselamatan arwah leluhur di alam puya dan
kesejahteraan serta keselamatan manusia di dunia. Dalam pelaksanaan jenis
upacara tersebut dipergunakan berbagai sarana termasuk beberapa peninggalan
budaya megalitik yang dapat tahan lama, seperti menhir, lumpang batu, dan
karopik. Berdasarkan fungsinya dapat diketahui jenis peninggalan yang
dipergunakan sebagai sarana pemujaan untuk keselamatan arwah leluhur di alam
puya, yaitu menhir jenis pesungan banek, menhir jenis simbuang, lumpang batu,
karopik, dan kandean dulang.
Tujuan dari penguburan erat
kaitannya dengan kepercayaan akan kehidupan setelah mati, yang menyebabkan
manusia untuk menguburkan mayatnya dengan maksud untuk melestarikan arwahnya di
alam baka. Latar belakang konsepsi kepercayaan tersebut telah mendorong
masyarakat Toraja pada masa lampau untuk menguburkan anggota keluarga atau
masyarakatnya dengan sebaik-baiknya. Pelaksanaan penguburan tersebut dilakukan
dengan penguburan pada beberapa jenis kubur baik secara langsung (kubur primer)
maupun secara tidak langsung (kubur sekunder), baik yang mempergunakan wadah
tertentu seperti erong maupun tanpa wadah seperti pada kubur jenis Sillik.
Di Sillanan orang yang meninggal
dunia dikuburkan di Liang dengan mempergunakan beberapa jenis kubur, baik yang
mempergunakan wadah seperti erong maupun tanpa wadah, sesuai dengan status
sosialnya masing-masing. Hal ini sesuai dengan aturan adat yang bersumber dari
Aluk Todolo, demi keselamatan arwah sampai ke alam puya. Jenis Liang Sillik
diperuntukkan bagi strata sosial yang berasal dari Tanak Kua-Kua (strata sosial
rendah), yaitu penguburan pertama tanpa menggunakan wadah tertentu. Sedangkan
strata sosial menengah dan tinggi, dikuburkan pada jenis Liang Erong, Liang
Tokek, Liang Pak, dan Patane, yang mempergunakan wadah erong, baik yang
berfungsi untuk penguburan pertama maupun untuk penguburan kedua.
Penguburan kedua hanya berlaku bagi
para bangsawan tinggi dan keluarganya. Hingga saat ini upacara Rambu Solok
masih sering dilaksanakan. Hal ini juga yang menjadi daya tarik utama para
wisatawan ramai datang berkunjung ke Toraja untuk melihat secara langsung
upacara ini.
2.
Kepercayaan terhadap arwah leluhur
(budaya megalitik).
Secara umum inti dari konsep
kepercayaan terhadap arwah leluhur adalah kepercayaan akan pengaruh kuat dari
arwah leluhur terhadap kesuburan tanaman dan keberhasilan panen serta
kesejahteraan manusia di dunia. Sebagai sarana penghubung antara manusia dan
para arwah leluhur, mereka kemudian melaksanakan tradisi megalitik. Melalui
upacara-upacara tertentu, arwah leluhur dianggap dapat hadir ke dalam bangunan
megalitik tersebut untuk dimintai pertolongan misalnya dapat membantu menolak
bala dan mengusir roh-roh jahat yang dapat mengganggu kehidupan manusia,
menyuburkan tanaman dan meningkatkan keberhasilan panen, menjaga keselamatan,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sebagainya.
Di Sillanan Toraja terdapat beberapa
peninggalan megalitik yang erat kaitannya dengan kepercayaan terhadap arwah
leluhur yaitu menhir yang terdiri dari beberapa jenis (basse, tumpuang,
pesungan banek, simbuang), karopik, susunan batu temu gelang, altar batu,
lumpang batu, tahta batu, teras berundak, dan kandean dulang. Berdasarkan
fungsi masing-masing temuan tersebut seperti telah diuraikan di atas, dapat
diketahui peranannya masing-masing yaitu kesemuanya berkenaan dengan pemujaan
terhadap arawah leluhur.
Berdasarkan pada data etnografi
dapat diketahui tentang kekuatan (obyek) yang dipuja yaitu dewa-dewa yang dapat
dibagi atas tiga yaitu :
1.
Dewa
tertinggi yang disebut Pong Matua yaitu dewa yang menciptakan kehidupan manusia dan alam, dewa pada
tingkat.
2.
Deata
- deata bertugas sebagai pelindung manusia di dunia, dewa pada tingkat
3.
To
Membali Puang, bertugas sebagai pengawas kehidupan manusia di dunia. Dalam pemujaan ketiga dewa ini, dilakukan
dengan cara yang berbeda - beda.
5.
Model pendekatan
Model yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kesinambungan sejarah-budaya (direct
historical approach). Pemilihan pendekatan tersebut, berdasarkan pada
pertimbangan :
1. Adanya kesinambungan sejarah-budaya
antara peninggalan budaya fisik dengan sistem sosio-kultural masyarakat
pembandingnya;
2. Adanya kesamaan bentuk budaya dan
lingkungan fisik;
3. Sikap konservatif masyarakat
pembandingnya akibat keterisolasian secara geografis;
4. Secara historis pengaruh agama Islam
dan Kristen tidak terlalu mengakar dalam masyarakat, sehingga sistem
kepercayaan lokal tetap kuat berperan dalam masyarakat sebagai pendukung
kelanjutan tradisi megalitik.
Dalam pengumpulan data etnografi
dipergunakan metode observasi, yaitu pengamatan secara langsung dan wawancara.
Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam secara internal, dipergunakan
pendekatan emik dan empati (peneliti adalah bagian dari komunitas tersebut)
sehingga dapat diketahui aspek-aspek kognitif dan elemen-elemen spiritualnya.
Sumber:
·
http://wisatadanbudaya.blogspot.com/2009/07/refleksi-sistem-religi-pada-peninggalan.html
(Diakses 24 maret 2015).
·
Pdf penerapan etnoarkeologi
di Indonesia, Daud Aris Tanudirjo)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuskalau masih punya, boleh saya minta? saya Haifa dari Garut, bisa hubungi saya lewat hilmifitria2001@gmail.com terimakasih banyak kak
BalasHapussalam kenal kak, mohon maaf mau tanya apa kakak masih pnya file pdf penerapan etnoarkeologi di Indonesia, Daud Aris Tanudirjo?
BalasHapus